,

PERLUAS WAWASAN ANAK

19 June 2008 Leave a Comment

Televisi Menjadi salah satu perangkat teknologi pertama yang dikenal anak di rumah. Keberadaannya menjadi salah satu pelengkap perabotan rumah. Namun, kini banyak kejadian negatif dipicu oleh tayangan televisi. Penting bagi orang tua memaksimalkan manfaat positif televisi bagi anak-anaknya.


Televisi sebagai media komunikasi dan informasi harus dimanfaatkan maksimal. Kepala Sekolah Twinkle Star Preschool Lely Tobing mengatakan, melalui televisi, banyak hal-hal yang dilihat anak-anak tanpa terbatas ruang dan waktu.
“Melalui televisi, anak bisa mengetahui mengenai hutan atau binatang yang hidup di negara lain. Misalnya, ketika orang tua mau memperkenalkan panda atau koala bisa melalui media televisi,” ujar Lely.
Hanya, dia menilai, proses pembelajaran yang diperoleh anak melalui televisi ialah proses belajar pasif. Berbeda dengan proses belajar aktif yang dapat ditemui anak ketika berada di lingkungan sekolah. Karena itu, penting untuk orang tua melakukan bimbingan dan pengawasan mengenai kegiatan anak menonton televisi.
“Banyak acara yang baik seperti tokoh Dora yang dapat mengajarkan anak mengenai keberanian dan kebudayaan dari berbagai tempat yang dikunjunginya. Tapi tokoh kartun Tom dan Jery harus sering diwaspadai karena mengajarkan kekerasan pada anak,” tuturnya.
Hal senada diungkapkan Linda Wijaya, kepala sekolah Sunshine Preschool. Ia menegaskan, idealnya anak harus didampingi ketika sedang menonton televisi agar anak dapat memperoleh informasi yang benar atau jawaban dari pertanyaannya terhadap hal yang ditontonnya.
“Idealnya pada waktu anak menonton televisi, didampingi orang tua. Apalagi untuk anak usia balita karena mereka bisa memperoleh informasi yang jelas. Jika mereka bisa melihat tanpa mengerti, kan tidak berguna juga,” ujar Linda.
Biasanya, kedua orang tua yang bekerja menjadi salah satu kendala pengawasan yang longgar pada anak. Padahal hal tersebut dapat dikomunikasikan dan dilakukan kerja sama dengan pengasuh atau anggota keluarga lainnya.
“Meskipun orang tua bekerja, kan bisa tetap diberikan jadwal kepada pengasuh anak untuk membatasi jam menonton,” tandas ibu dua anak ini.
Pada awal dimulainya industri televisi di Indonesia bangkit, acara untuk anak pada awalnya mendapatkan porsi yang sangat kecil. Namun, perkembangan dari waktu ke waktu tercatat peningkatan jumlah jam dan jumlah judul maupun frekuensi penayangan acara untuk anak dari total acara yang disiarkan. Padahal, tidak semua acara anak yang disuguhkan sesuai ilmu perkembangan anak.
Dampak negatif dari televisi diungkapkan oleh Lely melalui salah satu pengalaman pribadinya, yaitu ketika salah seorang anaknya dibiarkan untuk menonton film serial tokoh jagoan. Sayangnya, banyak adegan kekerasan dalam film serial tersebut. Dampaknya, ketika si anak bersosialisasi di sekolah, ia sering kali memunculkan kekerasan yang ditontonnya.
“Ketika anak masih berusia di bawah 12 tahun, mereka belum bisa memilah mengenai hal yang benar atau salah. Karena itu, ketika anak melihat dari tayangan televisi, ia hanya mencontohnya. Terutama untuk anak balita, kemampuan untuk menyerap informasi sangat tinggi tanpa dibarengi kemampuan memilah,” sebut ibu tiga anak itu.
Dia menyarankan agar orang tua jeli memilih acara televisi yang sesuai dengan usia anak. Misalnya anak-anak hanya boleh menonton acara khusus anak-anak, atau tayangan yang ditujukan untuk keluarga dan yang sifatnya umum seperti pertandingan olahraga.
Selain itu, Linda menegaskan agar orang tua mewaspadai mengenai kecenderungan munculnya kecanduan anak pada televisi. Kecanduan tersebut memicu anak menjadi malas menulis, menggambar, maupun melakukan aktivitas sosial.
Salah satu tindakan yang dapat dilakukan ialah dengan meletakkan televisi di ruang publik rumah, seperti perpustakaan, ruang keluarga, dan bukan di dalam kamar anak. Meletakkan televisi atau komputer di dalam kamar anak akan mempersulit orang tua dalam hal pengawasan.
Sekolah Lentera Insan merupakan salah satu sekolah yang menanggapi mengenai pemahaman proporsional tentang media, khususnya televisi melalui program melek media (media literacy). Hal ini karena media yang paling banyak bersentuhan dengan anak-anak usia dini ialah televisi.
Pada program ini para siswa diajak menyaksikan tayangan anak. Setelah selesai menonton, anak diajak mendiskusikan tayangan tersebut di kelas. “Misalnya, kami memperkenalkan anak dengan jenis tayangan. Mereka, kami ajarkan untuk bisa menyeleksi tayangan mana saja yang seharusnya padat ditonton. Kami berikan pemahaman tentang itu,” tutur Helmi Wahyudin, S.Pd., kepala sekolah Lentera Insan.
Selain itu, dalam program tersebut, anak-anak juga diajak memahami adegan mana saja dari tayangan tersebut yang benar-benar terjadi atau fiktif. Lalu, diajarkan pula mengenai karakter baik dan buruk dari tayangan tersebut. Jika karakter baik bisa dicontoh, karakter yang jahat tidak boleh ditiru.
“Dalam media literacy di tambah lagi dengan batasan jam menonton. Jadi kami juga akan membimbing anak agar mereka tahu memiliki jam-jam tayang tertentu. Jadi menonton itu dibatasi, selain itu mereka punya kegiatan lain,” sebut Helmy sambil menambahkan bahwa untuk program ini Lentera Insan berkonsultasi dengan para ahli.


Download selengkapnya!

Related Posts

0 comments »

Leave your response!

Be nice, Keep it clean, Stay on topic, No spam. Thanks.

Previous Page Arrow Left Arrow next page arrow right arrow Back to home home icon button